Minggu, 27 Maret 2011

Prinsip-prinsip Dasar Perbankan Syariah



Batasan-batasan bank syariah yang harus menjalankan kegiatannya berdasar pada syariat Islam, menyebabkan bank syariah harus menerapkan prinsip-prinsip yang sejalan dan tidak bertentangan dengan syariat Islam. Adapun prinsip-prinsip bank syariah adalah sebagai berikut ( Antonio, 2001: 85 ):
a.       Prinsip Titipan atau Simpanan (Al-Wadiah)
Al-Wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki. (Antonio, 2001: 85)
Secara umum terdapat dua jenis al-wadiah, yaitu (Muhammad, 2005: 88):
1)      Wadiah Yad Al-Amanah
Harta atau barang yang dititipkan tidak boleh untuk dimanfaatkan dan digunakan oleh sipenerima titipan, penerima titipan hanya berfungsi sebagai penerima amanah yang bertugas dan berkewajiban untuk menjaga barang yang dititipkan tanpa boleh memanfaatkannya. Sebagai konpensasi penerima titipan diperkenakan untuk membebankan biaya kepada yang menitipkan.(Antonio, 2001: 148)
2)      Wadiah Yad adh-Dhamanah
Harta dan barang yang dititipkan boleh dan dapat dimanfaatkan oleh si penerima titipan. Karena boleh dimanfaatkan yang jelas akan medatangkan manfaat atau keuntungan, sekalipun demikian, tidak ada keharusan bagi penerima titipan untuk memberikan hasil pemanfaatan kepada si penitip. Produk yang sesuai dengan pada akad ini adalah giro dan tabungan. Karena pada dasarnya adalah titipan maka si penitip tidak berhak untuk mengambil manfaat dari titipan tersebut, akan tetapi sebagai imbalan maka si penerima titipan memberikan bonus sebagai tanda terima kasih. Dan pemberian bonus tersebut berapa jumlahnya merupakan kewenangan manajemen bank syariah karena pada prinsipnya ini adalah titipan.
<!-- more -->
b.      Prinsip Bagi Hasil (Profit Sharing)
Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tatacara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah:
1)      Mudharabah
Al-Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib), dan sipemilik modal tidak ikut campur dalam pengelolaan usaha. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian ini diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Akad mudharabah secara umum terbagi menjadi dua jenis:
a)      Mudharabah Muthlaqah
Adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Tidak ada batasan bagi mudharib dalam menggunakan dana tersebut.
b)      Mudharabah Muqayyadah
Adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib dimana shahibul maal memberikan batasan kepada mudharib mengenai tempat, cara, dan obyek investasi.
2)      Musyarakah
Al-musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dan tenaga dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Ada dua jenis Musyarakah (Antonio, 2001: 91):
a)      Musyarakah pemilikan
Musyarakah pemilikan tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih.
b)      Musyarakah akad
Musyarakah akad tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah.
c.       Prinsip Jual Beli (Al-Tijarah)
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin). Implikasinya berupa:
1)      Al Murabahah
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga asal perolehan dengan tambahan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
2)      Bai’ As salam
Bai’ As-salam adalah akad jual beli barang pesanan dengan penangguhan pengiriman oleh penjual dan pelunasannya dilakukan segera oleh pembeli (bayar dimuka) sebelum barang pesanan tersebut diterima sesuai syarat-syarat tertentu.
Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu transaksi salam. Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara salam maka hal ini disebut salam paralel.
3)      Bai’ Al-Istishna
Istishna’ adalah akad jual beli antara pembeli dan pembuat barang. Cara pembayarannya dapat berupa pembayaran dimuka, cicilan, atau ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu. Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi: jenis, spesifikasi teknis, kualitas, dan kuantitasnya.
Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual. Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara istishna maka hal ini disebut istishna paralel.
d.      Prinsip sewa (Al-ijarah)
Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri (Antonio, 2001: 117).
Al-ijarah terbagi kepada dua jenis: (1) Ijarah, sewa murni. (2) ijarah al muntahiya bit tamlik merupakan penggabungan sewa dan beli, dimana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa (sewa yang diikuti dengan pemindahan kepemilikan).
e.       Prinsip Jasa
Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan bank. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain:
1)      Al-Wakalah
Wakalah atau wikalah yang berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandate (Antonio, 2001: 120). Nasabah memberi kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti transfer.
2)      Al-Kafalah
Jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam kata lain yaitu mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin. (Antonio, 2001: 123)
3)      Al-Hawalah
Adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. (Antonio, 2001: 124)
Kontrak hawalah dalam perbankan biasanya diterapkan pada Factoring (anjak piutang), Post-dated check, dimana bank bertindak sebagai juru tagih tanpa membayarkan dulu piutang tersebut.
4)      Ar-Rahn
Adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai.(Antonio, 2001: 128)
5)      Al-Qard
Al-qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Produk ini digunakan untuk membantu usaha kecil dan keperluan sosial. Dana ini diperoleh dari dana zakat, infaq dan shadaqah.

1 komentar:

  1. CASINO STREAMING AT JUMBAI CITY - KARON
    As 서울특별 출장샵 part 용인 출장안마 of 창원 출장안마 a grand opening ceremony, guests will see one of the biggest attractions 서귀포 출장안마 of 김포 출장샵 any casino hotel in the world, the Waterway Casino.

    BalasHapus